Ini dia penampakannya MESIN RO 50 GPD atau kapasitas 200 liter per hari, CUCI GUDANG Rp 1.1500.000 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Filter awal 3 buah (sedimen filter, karbon block dan karbon granul)
Membran 50 GPD merk CSM
Filter akhir post karbon
Booster Pump + Adaptor 24 Volt 40 watt
Tangki tampung kapasitas 8 liter
Saklar listrik otomatis dan selang
Bukaan filter
Asesori lainnya seperti kran leher angsa, sambungan ke kran air minum di rumah
Buletin RO
Info : 081327936367 - 08156666050
081931787358 (tlp saja)
Saturday, March 31, 2012
Friday, April 29, 2011
Mesin RO terbaik di Indonesia saat ini merk CCK dengan harga terjangkau hanya Rp 1.500.000 kapasitas 200 liter
Memang kebutuhan air minum yang berkualitas dirasakan sangat mendesak, penting dan bahkan darurat, mengingat air minum yang tersedia di negeri ini baik yang disajikan oleh PDAM maupun oleh sumur-sumur di rumah tangga sangatlah jauh dari kualitas sehat. Bayangkan, bagaimana kita bisa merasa aman meminum atau menggunakan air tersebut untuk memasak nasi, sayuran, kue dll. yang akhirnya masuk perut, karena kita tahu mengandung seperti deterjen, pestisida, pencemaran dari limbah-limbah rumah tangga, kantor, rumah sakit, industri . Oleh karena itu kebutuhan akan alat namun berkualitas dalam menghasilkan air minum sehat, hal ini salah satunya dipenuhi oleh mesin RO atau mesin pembuat air minum sistem reverso osmosis yang bermerk CCK. Hebatnya lagi, barang yang berkualias tinggi ini, sekarang anda dapat peroleh dengan harga yang sangat terjangkau kantong anda.
Rp 3.000.000
Rp 1.500.000
Spesifikasi nya :
- 3 buah pre filter karbon aktif granul, karbon aktif blok dan sedimen filter
- 1 buah membran kapasitas 200 liter per hari merk Filmtec buatan USA
- 1 buah post karbon
- optional atau bisa ditambahkan mengembalikan pH dengan bio ceramics
- optional menambahkan energy dengan bio energy booster
- booster pump merk CCK 24 Volt
- catu daya adaptor ke jala-jala PLN 40 watt 220 Volt 50 Hz
Rp 1.500.000
Spesifikasi nya :
- 3 buah pre filter karbon aktif granul, karbon aktif blok dan sedimen filter
- 1 buah membran kapasitas 200 liter per hari merk Filmtec buatan USA
- 1 buah post karbon
- optional atau bisa ditambahkan mengembalikan pH dengan bio ceramics
- optional menambahkan energy dengan bio energy booster
- booster pump merk CCK 24 Volt
- catu daya adaptor ke jala-jala PLN 40 watt 220 Volt 50 Hz
Tuesday, March 1, 2011
Kisah Nyata, seorang ayah menggendong mayat anaknya dari RSCM ke Bogor karena tak mampu bayar ambulan
“Seorang Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena Tak Mampu Bayar Ambulan... !!”
Kisah Nyata ..!!!
Terjadi Di Jakarta !!!
“Seorang Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena Tak Mampu Bayar Ambulan !!
Penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) jurusan Jakarta – Bogor pun geger minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn).”
“Supriono akan memakamkan si kecil di kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa (KRL). Tapi di stasiun tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan.
Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.”
“Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa khaerunisa untuk berobat ke puskesmas kecamatan Setiabudi.
“Saya hanya sekali bawa khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari..” Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.”
“Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada minggu (5/6) pukul 07.00.
Khaerunisa meninggal di depan Sang Ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau.
Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan muriski termangu.
Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans.
Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan mendorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke stasiun tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di kramat, Bogor.
Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.“
“Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di stasiun tebet.
Yang tersisa hanya-lah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang tercinta nya itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap sang Khalik.
Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika (KRL) jurusan bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang (KRL) yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet.
Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.”
“Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.
Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM.
Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya.
Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.”
Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.”
“Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut, karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama.
“Peristiwa itu adalah dosa, masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa.
Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap.
Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia,” Ujarnya... ` ` ` ` ` ` `
oleh : Deeva Kirana Ch
Kisah Nyata ..!!!
Terjadi Di Jakarta !!!
“Seorang Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena Tak Mampu Bayar Ambulan !!
Penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) jurusan Jakarta – Bogor pun geger minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn).”
“Supriono akan memakamkan si kecil di kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa (KRL). Tapi di stasiun tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan.
Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.”
“Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa khaerunisa untuk berobat ke puskesmas kecamatan Setiabudi.
“Saya hanya sekali bawa khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari..” Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.”
“Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada minggu (5/6) pukul 07.00.
Khaerunisa meninggal di depan Sang Ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau.
Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan muriski termangu.
Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans.
Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan mendorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke stasiun tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di kramat, Bogor.
Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.“
“Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di stasiun tebet.
Yang tersisa hanya-lah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang tercinta nya itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap sang Khalik.
Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika (KRL) jurusan bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang (KRL) yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet.
Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.”
“Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.
Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM.
Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya.
Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.”
Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.”
“Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut, karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama.
“Peristiwa itu adalah dosa, masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa.
Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap.
Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia,” Ujarnya... ` ` ` ` ` ` `
oleh : Deeva Kirana Ch
Subscribe to:
Posts (Atom)